Rabu, 25 September 2013

Materi Kuliah Jurusan Farmasi : FILSAFAT FARMASI

Dalam materi kuliah jurusan Farmasi di semester 1 pasti akan didapatkan materi kuliah yang bernama Filsafat Farmasi. Dalam materi kuliah filsafat farmasi akan dipelajari apa itu arti kata farmasi dan apa saja pelajaran yang akan didalami dalam jurusan farmasi itu sendiri. Filsafat farmasi merupakan materi kuliah yang sebenarnya tidak ada unsur ilmiah ataupun hitung - menghitung dalam pelajarannya, tetapi lebih kepada pengenalan materi - materi kuliah yang akan dipelajari pada semester selanjutnya.



Farmasi didefinisikan sebagai profesi yang menyangkut seni dan ilmu penyediaan bahan obat, dari sumber alam atau sintetik yang sesuai, untuk disalurkan dan digunakan pada pengobatan dan pencegahan penyakit. Farmasi mencakup pengetahuan mengenai identifikasi, pemilahan, aksi farmakologis, pengawetan, penggabungan, analisis, dan pembakuan bahan obat dan sediaan obat. Pengetahuan kefarmasian mencakup pula penyaluran dan penggunaan obat yang sesuai dan aman, baik melalui resep dokter berizin, dokter gigi, dan dokter hewan, maupun melalui cara lain yang sah, misalnya dengan cara menyalurkan atau menjual langsung kepada pemakai.
Sebagian besar kompetensi farmasi ini diterjemahkan menjadi produk yang dikelola dan didistribusikan secara professional bagi yang membutuhkannya. Pengetahuan farmasi disampaikan secara selektif kepada tenaga professional dalam bidang kesehatan dan kepada orang awam dan masyarakat umum agar pengetahuan mengenai obat dan produk obat dapat memberikan sumbangan nyata bagi kesehatan perorangan dan kesejahteraan umum masyarakat.

FARMASI DALAM PERSPEKIF FILSAFAT ILMU PENGETAHUAN
Filsafat sebagai induk ilmu pengetahuan hadir kembali di tengah-tengah perkembangan IPTEK yang telah begitu plural. Adapun kepentingan yang begitu mendesak ini adalah meluruskan arah proses perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya arah pemanfaatannya.
Filsafat ilmu pengetahuan adalah suatu bidang studi mengenai ilmu pengetahuan. Hal ini, karena filsafat itu adalah ilmu pengetahuan yang selalu mencari hakekat, berarti filsafat ilmu pngetahuan berusaha mencari “keseragaman” daripada “keanekaragaman” ilmu pengetahuan.
Farmasi sebagai seni dan ilmu dalam penyediaan obat dari bahan alam, dan bahan sintetis yang sesuai untuk didistribusikan, dan digunakan dalam pengobatan dan pencegahan penyakit, hadir di tengah-tengah pluralitas ilmu pengetahuan. Kehadirannya sebagai disiplin ilmu pengetahuan yang teoritis sampai pada yang praktis teknologis diharapkan senantiasa mengalami pencerahan sesuai tujuan awal dari keberadaannya.
Melihat adanya fenomena yang di dalam proses perkembangannya, farmasi mengalami pergeseran nilai, sehingga diperlukan sebuah rekonstruksi dalam perspektif filsafat ilmu pengetahuan.

SEJARAH DAN FILSAFAT FARMASI

Berbagai konsep dasar dan teori dalam ilmu fisiologi, patologi, farmakologi, farmakognosi, fitokimia, kimia analisis, kimia sintesis, kimia medisinal, farmasetika/formulasi obat dapat ditemukan pada tiap jaman dalam sejarah perkembangan kefarmasian. Mitologi, konsep dan praktek pengobatan, praktisi/profesi pengobatan, bentuk sediaan obat serta bahan obat di berbagai jaman atau di suatu kebudayaan tertentu ternyata tidak hanya mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu kefarmasian dan ilmu kedokteran saat ini; namun juga mendasari dan mempengaruhi perkembangan ilmu pengobatan tradisional di suatu suku bangsa tertentu, bahkan beberapa konsep dasar masih dipakai dalam sistem pengobatan tersebut.
Pada pokok bahasan kali ini akan dijelaskan berbagai pemikiran filosofis, berbagai aspek dan perkembangan ilmu kefarmasian berdasarkan urutan sejarah yang dimulai dari jaman pra sejarah, jaman Babylonia-Assyria, jaman Mesir kuno, jaman Yunani kuno dan jaman abad pertengahan.
Falsafah Obat dan Pengobatan

Semenjak dunia terkembang dan dihuni oleh manusia serta makhluk hidup lainnya mungkin sudah ada penyakit dan usaha untuk mengobatinya. Keadaan “sehat” dan “sakit” adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan; ini berlaku bagi semua makhluk hidup : di dunia insani, dunia hewani maupun di dunia tumbuh-tumbuhan sekalipun1. Bagi makhluk hidup, mengobati suatu penyakit atau gangguan adakalanya merupakan salah satu usaha untuk mempertahankan eksistensinya. Di dunia tumbuh-tumbuhan dikenal suatu produk metabolisme selain produk metabolisme utama yang disebut sebagai metabolit sekunder. Beberapa contoh metabolit sekunder misalnya : alkaloida, glikosida, terpenoid, flavonoid dan lain sebagainya merupakan racun bagi makhluk lainnya2. Seekor binatang yang sehat tidak akan memakan daun oleander yang mengandung glikosida yang berbahaya bagi jantung, juga tidak akan ada yang memakan daun kecubung yang mengandung alkaloida golongan tropan yang bekerja sebagai antikolinergik/parasimpatolitik yang sangat beracun. Umumnya tumbuhan yang mengandung zat beracun tersebut tidak akan mendapat gangguan dari binatang, karena secara naluriah akan dihindarinya.
Sekarang bagaimana dengan seekor binatang yang sakit? Secara naluriah seekor binatang yang sakit akan mencari sesuatu dari alam sekelilingnya demi untuk mempertahankan hidupnya. Cukup sering dilihat seekor anjing atau kucing mencari rerumputan atau daun-daunan tertentu; yang memiliki efek memabukkan/membunuh cacing dan sekaligus mengeluarkan/memuntahkannya dari saluran pencernaannya. Dengan demikian ia “mengobati dirinya sendiri” dengan mensuplai tubuhnya dengan bahan/zat/hara yang diperlukannya. Sebagai ilustrasi dari mempertahankan eksistensi atau keturunan ialah ayam petelur yang lepas (bukan ayam broiler) mematuk atau mencukil dinding tembok untuk mendapatkan zat kapur yang diperlukan untuk pembentukan kulit telur. Kekurangan akan zat kapur disuplainya secara naluriah.
Bagaimana keadaannya dengan manusia?Yang membedakan manusia dengan hewan adalah “akal”. Akan tetapi, manusia purba dan manusia yang masih hidup primitif (dimana akal masih kurang berkembang) eksistensinya hidupnya juga masih banyak dipengaruhi oleh nalurinya. Bagaimana keadaannya dengan manusia primitif yang sakit atau kekurangan akan suatu zat/hara dalam sistem faalnya? Contoh berikut dapat memberikan suatu gambaran : suatu suku bangsa primitif mempunyai kebiasaan memakan tanah. Mulanya hal ini mengherankan, tetapi setelah diadakan penelitian lebih mendalam ternyata ada dua hal yang berkaitan : pertama, tanah yang dimakan banyak mengandung zat besi (Fe); kedua, diit sehari-hari suku tersebut kurang akan zat besi. Secara naluriah suku itu mencari zat besi dari tanah, sehingga mereka tidak akan menderita penyakit anemia karena kekurangan zat besi .
Farmasi Jaman Mesir Kuno
Piramida yang masih berdiri dengan kokoh hingga saat ini merupakan bukti kekuatan dan kejayaan bangsa Mesir selain pembalseman mayat-mayat (mumi), lukisan dinding dan harta benda di kompleks-kompleks pemakaman. Bangsa Mesir mencatat kejadian-kejadian pada saat itu atau ide-ide mereka (misalnya sistem pengairan dan pertanian) dengan menulisnya di papyrus atau dalam bentuk hyeroglyph mulai tahun 3000 SM, sebelum mereka mengembangkan peradaban dengan teknologi metalurgi (penempaan logam) yang maju. Mereka berdagang dan kadang berperang dengan negeri-negeri sekitarnya di sebelah timur Mediterania dan Afrika.
Seperti halnya di Babylonia, pada catatan peninggalan Mesir menunjukkan hubungan yang dekat antara penyembuhan supranatural dengan penyembuhan empiris. Resep/formula obat biasanya diawali dengan doa atau mantra tertentu. Di dalam formula-formula tersebut disebutkan obat-obat yang lebih rumit, bentuk sediaan yang lebih banyak dan teknik pembuatan yang mendetil. Mungkin yang paling terkenal dari catatan yang ada adalah Ebers Papyrus, suatu kertas bertulisan yang panjangnya 60 kaki dan lebarnya satu kaki dari abad ke-16 SM. Dokumen ini sekarang berada di University of Leipzig, untuk mengingat seorang ahli tentang Mesir, berkebangsaan Jerman, bernama Georg Ebers, yang menemukan dokumen tersebut di kuburan suatu mumi dan menerjemahkannya sebagian, selama setengah dari akhir abad ke-19.
Sebagaian besar isi Papirus Ebers adalah formula-formula obat, yang menguraikan lebih dari 800 formula. Selain itu disebutkan juga sekitar 700 obat-obatan yang berbeda. Obat-obatan tersebut terutama berasal dari tumbuhan walupun tercatat juga obat-obatan yang berasal dari mineral dan hewan. Obat-obatan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan sampai sekarang masih dipakai, antara lain seperti akasia, biji jarak, adas, disebut bersama-sama dengan yang berasal dari mineral, seperti besi oksida, natrium bikarbonat, natrium klorida dan sulfur. Kotoran hewan juga digunakan dalam pengobatan seperti halnya di Babylonia. Dalam literatur lain disebutkan bahwa psyllium disebutkan dalam Papirus Ebers dan dikenal sebagai laksatif dan antidiare sekitar tahun 1500 SM. Saat ini psyllium lebih dikenal dengan nama dagang Metamucil yang sering dijumpai di apotek.
Bahan pembawa sediaan (vehiculum) yang dipakai adalah bir, anggur, susu dan madu. Madu dan lilin juga sering digunakan sebagai bahan pengikat (binders) dalam formula-formula tersebut. Mortir, penggiling tangan, ayakan dan timbangan biasa digunakan oleh orang Mesir dalam membuat supositoria, obat kumur, pil, obat hisap, troikisi, lotio, salep mata, plester dan enema; seperti halnya dalam peracikan obat-obatan (teknologi farmasi) saat ini.
Berbeda dengan formula-formula bangsa Babylonia yang ditulis secara kualitatif saja, formula-formula Mesir kuno ditulis secara kuantitatif. Dikenal satuan ro (1 ro = ± 15 ml). Selain itu juga ditulis lama pengobatan (terapi) empat hari yang merupakan lama pengobatan yang umum di Mesir saat itu, yang mungkin lebih menekankan aspek “sihir”nya dibanding hasil observasi klinis. Di bawah ini adalah salah satu contoh formula tersebut :
Formula untuk membersihkan purulensi :Hyoscyamus 20 roDates 4 roWine 5 roAss’s milk 20 roDi rebus, dipekatkan dan diminum selama empat hari
Salinan formula-formula obat disebarluaskan dari satu penyembuh ke penyembuh lainnya, juga dari satu generasi ke generasi berikutnya. Kadangkala sebagian obat diambil dari formula aslinya dan dikombinasikan begitu saja dengan obat-obat lain dari formula yang berbeda. Kemungkinan besar hal ini merupakan awal munculnya pengobatan yang disebut dengan “polifarmasi” (poli = banyak, farmasi = obat) yang kelak diketahui sebagai salah satu metode pengobatan yang tidak rasional.
Mitologi Mesir
 Praktek kefarmasian telah dikenal dalam mitologi Mesir. Seperti halnya di Babylonia, bangsa Mesir juga mengenal dewa-dewa yang berpengaruh dalam pengobatan seperti Thoth, Osiris, Isis, Horus dan Imhotep. Salah satu simbol yang menghubungkan praktek kefarmasian saat ini dengan mitologi kuno adalah simbol Rx, yang dijumpai dalam penulisan resep di seluruh dunia. Sebagian besar pendapat menyatakan bahwa simbol tersebut berasal dari simbol mata Horus, dewa elang bangsa Mesir. Horus selalu mengawasi setiap proses pembuatan obat, sebagai simbol bahwa profesi farmasis selalu mendapat pengawasan dari Tuhan sehingga setiap pelaku profesi ini harus selalu bekerja dengan baik, cermat dan jujur karena Tuhan selalu melihat dan mengawasi mereka.
Horus ditugaskan oleh Isis, ibunya sebagai penjaga balai pengobatan (house of medicine) para dewa. Sedangkan tugas menjaga bejana pembalseman diberikan kepada dewa lain, yakni anepu (bangsa Yunani menyebutnya anubis) yang mungkin dianggap sebagai farmasis para dewa selain sebagai dewa kematian.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar